Ø Pasal 27 ayat 1 : kasus video porno Ariel “PeterPan”
kasus video porno Ariel “PeterPan”
dengan Luna Maya dan Cut Tari, video tersebut di unggah di internet oleh
seorang yang berinisial ‘RJ’ dan sekarang kasus ini sedang dalam proses.
Pada kasus tersebut, modus sasaran
serangannya ditujukan kepada perorangan atau individu yang memiliki sifat atau
kriteria tertentu sesuai tujuan penyerangan tersebut.
Penyelesaian kasus ini pun dengan
jalur hukum, penunggah dan orang yang terkait dalam video tersebut pun turut
diseret pasal-pasal sebagai berikut, Pasal 29 UURI No. 44 th 2008 tentang
Pornografi Pasal 56, dengan hukuman minimal 6 bulan sampai 12 tahun. Atau
dengan denda minimal Rp 250 juta hingga Rp 6 milyar. Dan atau Pasal 282 ayat 1
KUHP.
Pengaturan pornografi melalui internet dalam UU ITE
Dalam UU No. 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik juga tidak ada istilah pornografi,
tetapi “muatan yang melanggar
kesusilaan”. Penyebarluasan muatan yang melanggar kesusilaan melalui
internet diatur dalam pasal 27 ayat (1) UU ITE mengenai Perbuatan yang
Dilarang, yaitu;
Setiap Orang dengan sengaja dan
tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat
diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki
muatan yang melanggar kesusilaan.
Pelanggaran terhadap pasal 27 ayat
(1) UU ITE dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda
paling banyak Rp1 milyar (pasal 45 ayat [1] UU ITE)
Ø Pasal 27 ayat 2 : Kasus perjudian dengan menggunakan sarana
internet dan SMS dapat dibongkar petugas unit Resmob dan Buncul Satreskrim
Polwiltabes Semarang..
Hukum UU ITE Tentang Judi via Internet: Pelanggaran Pasal 27
Ayat 2 UU No. 11 Tahun 2008
Lima orang bandar ditangkap berikut barang buktinya. Mereka bandar judi jenis
togel Singapura dan menjajakan kupon di daerah Salatiga. “Mereka kami tangkap
berkat laporan dari masyarakat. Setelah kami selidiki dan lakukan penyelidikan,
jaringan judi jenis togel Singapura ini kami bongkar. Lima orang bandar kami
amankan,” ungkap Kapolwiltabes Semarang Kombes Drs Masjhudi melalui Kasat
Reskrim AKBP Roy Hardi Siahaan SIK SH MH, Senin (16/2).
Tersangka Pokim alias Bagas (37) warga Kumpulrejo III, RT 7
RW 3, Gedongan, Tingkir, Salatiga; Sulistyono (39) warga Jl Flamboyan RT 4 RW
4, Jombor, Tuntang, Kabupaten Semarang; Gustaf Watente (29) warga Jl Purnasari
RT 3 RW 2, Kemijen, Semarang Timur; ditangkap di Jalan Sudirman. Adapun dua
tersangka yang ditangkap belakangan, yakni Yulianto (35) dan Sri Lestari (28)
warga RT 9 RW 4, Pancuran, Tingkir, Salatiga, dibekuk di kediamannya
masing-masing.
Kasus judi online seperti yang dipaparkan diatas
setidaknya bisa dijerat dengan 3 pasal dalam UU Informasi dan Transaksi
Elektonik (ITE) atau UU No. 11 Tahun 2008. Selain dengan Pasal 303 KUHP
menurut pihak Kepolisian diatas, maka pelaku juga bisa dikenai pelanggaran
Pasal 27 ayat 2 UU ITE, yaitu “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak
mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan
perjudian”. Oleh karena pelanggaran pada Pasal tersebut maka menurut Pasal 43
ayat 1, yang bersangkutan bisa ditangkap oleh Polisi atau “Selain Penyidik
Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu
di lingkungan Pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang
Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik diberi wewenang khusus sebagai
penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang‐Undang tentang Hukum Acara Pidana
untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Teknologi Informasi dan
Transaksi Elektronik”. Sementara sanksi yang dikenakan adalah Pasal 45 ayat 1,
yaitu “Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27
ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah).”
Ø Pasar 27 ayat 3 : Kasus : Nur
Arafah / Farah saling menghina disosial media
Waktu: Juli
2009 – Sekarang
Pekerjaan: Pelajar SMA (saat kasus terjadi)
Media: Facebook
Substansi: Cacimaki
Motivasi: Marah lantaran cemburu
Konten: “Hai anjing lu nggak usah ikut campur gendut. Kayak
tante-tante enggak bisa gaya, emang lu siapa. Urus saja diri lu yang jelek
kayak babi. Sok cantik enggak bisa gaya belagu. Nyokap lu nggak sanggup beliin
baju buat gaya. Makanya lu punya gaya gendut. Pantat besar lu kayak bagus aja.
Emang lu siapanya UJ. Hai gendut bangsat ya lu anjing”. Keterangan: Isi
postingan Farah.
Pelapor: Felly Fandini Julistin
Hasil: Saat artikel ini diposting, Farah masih menjalani proses
pemeriksaan oleh Mapolresta Bogor. Dia dianggap melanggar Pasal 310 dan 311
KUHP, serta kemungkinan akan dikenakan pula UU ITE, Pasal 27 ayat 3.
Dalam ketentuan Pasal 27 ayat (3) UU ITE yang
menyatakan: Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan
dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran
nama baik.
Dari Pasal 27 ayat (3) UU ITE dapat kita pahami bahwa
cakupan pasal tersebut sangat luas. Mengenai, perbuatan memberikan taut (hyperlink)
ke sebuah situs yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik
juga dapat dijerat juga memenuhi unsur ketiga pasal tersebut. Karena itu
mungkin dapat dipahami mengapa sebagian orang melihat pasal tersebut sebagai
ancaman serius bagi pengguna internet pada umumnya. Walaupun di sisi lain,
dalam UU ITE juga dinyatakan bahwa suatu informasi/dokumen elektronik tidak
dengan serta-merta atau otomatis akan menjadi suatu bukti yang sah. Pasalnya,
untuk menentukan apakah informasi/dokumen eletronik dapat menjadi alat bukti
yang sah masih memerlukan suatu prosedur tertentu yaitu harus melalui sistem
elektronik yang diatur berdasarkan undang-undang tersebut.
(1)“Setiap
orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat
(2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6
(enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah)
Ø
Pasal 27 ayat 4 : Kasus Nunung Srimulat
Seorang Pemuda asal Sumber, Banjarsari, Solo, Jawa Tengah,
Rabu (7/7), dibekuk polisi lantaran diduga kerap memeras di rumah keluarga
artis dan pelawak Nunung Srimulat. Pemuda bernam Andi Rismanto alias Ambon yang
dikenal sebagai preman kampung meminta jatah Rp.150 ribu per minggu dengan
alasan iuran keamanan. Saat diminta keteranga, ia hanya bisa tertunduk lesu.
Pemuda bertato ini ditangkap aparat Kepolisian Sektor Banjarsari, menyusul
laporan sala satu kerabat Nunung. Dari keterangan saksi, tersangka sering
memeras di rumah keluarge tersebut. Jika tidak dituruti, maka pelaku tidak
segan melakkan kekerasan.
Perilaku tersangka pun dianggap meresahkan. Tidak hanya
keluarga Nunung Srimulat yang menjadi korban, tapi juga warga lain kawasan
tersebut. Dari pengakuan tersangka, uang yang diperoleh digunakan untuk membeli
roko dan minuman keras. Selain menangkap tersangka, polisi juga menyita barang
bukti uang sebesar Rp. 20 ribu dan kartu tanda penduduk milik tersangka.
Ø
Pasal 28 ayat 1 : Berita bohong (HOAX) mengaku menjadi nabi
kasus tentang
pasal ini yang sempat menggebu-nggebu di Indonesia ialah aliran Ahmadiyah, seseorang
yang mengaku bahwa ia adalah nabi, Imam Mahdi, Nabi Isa, bahkan Allah. Serta
ada juga kasus Bom Masjid Nurul Iman pada tahun 1976. Berbicara mengenai solusi, menurut
saya warga masyarakat Indonesia harus memahami pentingnya beragama, memilih
pendidikan, kewarganegaraan, dan bertempat tinggal. Agar mereka sadar bahwa itu
semua untuk kepentingan dan kenyamanan bersama.
Untuk
mengatasi warga yang masih awam tentang pasal ini, dapat juga diadakan
sosialisasi. Karena pasal ini penting untuk dimengerti dan diterapkan dalam
berbangsa dan bernegara.
Ø Pasal 28 ayat 2 : Kasus
Alexander Aan
Setiap Orang
dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi
yang ditujukan untuk menimbulkan
rasa kebencian atau permusuhanindividu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku,
agama, ras, dan antar golongan (SARA).
Alexander
Aan, yang diadili di Pengadilan Muaro Sumatera barat tahun 2012,
berdasarkan
putusan No 45 /PID.B/2012/PN.MR ia di hukum dua tahun penjara dan 3
bulan serta denda 100 juta karena terbukti secara sah dan meyakinkan
bersalah melakukan Tindak Pidana “Dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan
informasi yang ditujukan untukmenimbulkan rasa kebencian atau permusuhan
individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas Suku,
Agama, Ras dan Antar Golongan (SARA)” berdasarkan putusan pengadilan ia
terbukti telah Terdakwa telah membuat di Akun Facebook Terdakwa (Group
Ateis Minang) yang bernama Alex Aan, email indesgate@yahoo.co.id berupa
tulisanyang menghina agama.
Ø
Pasal 29 ayat 1 :
Pengancaman polotik Eggy Sudjana
Poltikus Partai Amanat Nasional (PAN), Eggy Sudjana telah resmi
melaporkan politikus sekaligus caleg dari PDIP, Kapitra Ampera ke Badan Reserse
Kriminal atau Bareskrim Polri, Gambir, Jakarta Pusat, Selasa (25/12/2018).
Laporan Bareskrim Polri tertuang dalam
surat LP/B/1675/XII/2018/Bareskrim. Usai melapor Eggy berharap kepolisian dapat
segera dapat menindaklanjuti laporannya tersebut.
"Jadi saya minta pihak kepolisian
tolong diproses. Dan jangan membuat tidak kondusif," ujar Eggy usai
membuat laporan Eggy mengungkapkan, ia melaporkan Kapitra atas dugaan ancaman yang disebut akan
memecahkan kepala Eggy.
"Saudara Kapitra yang menantang untuk
berantem. Dengan pengertian akan dipecahkan kepala saya," ucap Eggy
Menurut dia, bahwa ancaman terhadap dirinya
disampaikan oleh salah seorang kader PDIP melalui sambungan telepon. Kader PDIP
itu, kata Eggy, disuruh oleh Kapitra Ampera.
"Itu telepon saya kemarin jam 11.52
WIB. Kurang lebih tiga menit, bang ada pesan dari Kapitra suruh sampaikan ke
abang, abang mau dipecahkan kepalanya," ujar Eggy sembari menirukan pesan
yang disampaikan kader PDIP yang menelponnya itu.
Hanya saja, Eggy mengaku tak mengetahui
ancaman yang disampaikan Kapitra terkait apa.
"Sebenarnya urusannya apa nggak tau
lah. Nah, ini harus diklarifikasi nggak boleh sembarangan," katanya.
Dalam laporan itu, Eggy juga membawa bukti
saksi yang mendengar percakapan di telepon serta bukti screenshot dugaan pengancaman oleh Kapitra Ampera.
Dalam laporan itu, Kapitra dijerat Pasal
Pengancaman Melalui Media Elektronik UU nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan
atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang informasi dan transaksi Elektornik Pasal 29
Jo Pasal 45 ayat (3) Jo Pasal 55 KUHP.
Ø Pasal 30
ayat 1 : Jasriadi Saracen divonis karena
akses ilegal
Empat
anggota kelompok Saracen telah divonis bersalah dalam kasus SARA. Namun tidak
demikian dengan Jasriadi yang digadang sebagai pemimpinnya. Majelis Hakim
Pengadilan Negeri Pekanbaru menyatakan Jasriadi bersalah dalam kasus akses
ilegal.
Majelis
hakim Pengadilan Negeri (PN) Kota Pekanbaru, Riau, Jumat (6/4/2018) siang
memvonis terdakwa Jasriadi dengan hukuman 10 bulan penjara. Jasriadi alias JAS
bersalah atas akses ilegal terhadap sistem elektronik sesuai Pasal 30 ayat (1)
Undang Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang ITE.
"Menyatakan terdakwa terbukti secara
sah meyakinkan dengan sengaja dan tanpa hak mengakses komputer atau sistem
elektronik milik orang lain dengan cara apapun sebagaimana dakwaan
kelima," sebut Ketua Majelis Hakim, Asep Koswara, dalam Go Riau.
Menurut Hakim, Jasriadi (32) terbukti
mengakses akun Facebook Sri Rahayu tanpa izin. Dia dituduh telah mengubah password dan recovery
email untuk akun tersebut pada 5 Agustus 2017. Pada saat itu, Mabes
Polri telah menjadikan akun Facebook milik Sri sebagai salah satu barang bukti
penyidikan ujaran kebencian.
Sri
sebelumnya terbukti bersalah melakukan ujaran kebencian dengan sengaja
menyebarkan informasi menimbulkan kebencian individu dan kelompok berkaitan
suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Sri ditangkap bersama Muhammad
Tonong oleh Mabes Polri atas tuduhan penyedia jasa ujaran kebencian pada
Agustus 2017.
Untuk
dakwaan lainnya yang menyebut manipulasi kartu tanda penduduk, hakim menyatakan
hal itu tidak terbukti. JPU menuduh Jasriadi melakukan pemalsuan Kartu Tanda
Penduduk atas nama Suarni lalu mengubahnya menggunakan aplikasi Photoshop
menjadi Saracen.
Sementara
ihwal tuduhan memproduksi jasa ujaran kebencian terstruktur dengan motif
ekonomi atau uang senilai jutaan rupiah, transfer uang jutaan itu tidak
terdapat dalam dakwan. Atas keterangan saksi dari kepolisian ini, hakim anggota
Riska menyatakan Jasriadi tak terbukti menerima uang atas aksi yang dituduhkan
kepadanya.
"Terdakwa tak terbukti menerima uang
ratusan juta rupiah maupun membuat akun-akun anonim sebanyak 800 ribu. Menjadi
tugas dan kewajiban majelis hakim untuk menilai kebenaran keterangan saksi
dengan memperhatikan secara sungguh-sungguh persesuaian antara keterangan saksi
yang satu dengan yang lain dan persesuaian alat bukti," katanya dalam Tempo.co.
Jasriadi
maupun Jaksa menyatakan akan banding atas vonis tersebut. Jasriadi awalnya
ditangkap tim Mabes Polri di Pekanbaru pada 8 Agustus 2017, dan didakwa oleh
Jaksa dengan Pasal 46 (1) dan (2) junto Pasal 30 (1) dan (2); kemudian Pasal 48
(2) junto Pasal 32 (2), dan Pasal 51 (1) junto Pasal 35 UU ITE.
Tuntutan untuknya dibacakan pada 26
Maret 2018 lalu, dengan ancaman hukuman dua tahun penjara. Dalam dakwaan
tersebut, tidak terdapat pasal ihwal penyebaran ujaran kebencian atau hate speech.
Jasriadi pun menyebut putusan hakim tidak
relevan dengan fakta persidangan bahwa sebenarnya dia memperoleh izin dari Sri
untuk mengakses akun Facebook. Dilansir CNN Indonesia, dia mengatakan izin itu
diberikan Sri karena diminta memulihkan akun tersebut yang tak bisa digunakan.
Pria
yang disebut memiliki keahlian di bidang Teknologi Informasi itu mengaku tidak
pernah menghilangkan bukti-bukti unggahan ujaran kebencian yang menjadi alat
bukti polisi dalam menangani kasus Sri Rahayu atas ujaran kebencian.
Karopenmas Divhumas Polri, Brigjen Mohammad
Iqbal, berkukuh seluruh pelaku terkait Saracen terbukti bersalah. Iqbal
menambahkan, lima orang anggota Saracen lainya juga telah dijatuhi vonis oleh
majelis hakim.
"Dapat disimpulkan semua tersangka
yang tergabung dalam Saracen terbukti melawan hukum sesuai dengan kontruksi
persangkaan pasal masing-masing," kata Iqbal yang dikutip JPNN, Minggu (8/4/2018).
Selain
divonis di PN Pekanbaru, menurut Iqbal, Jasriadi masih akan menjalani proses
hukum dalam kasus akses ilegal sebagaimana laporan yang diterima oleh Polresta
Depok.
Adapun
lima tersangka yang disebut Iqbal adalah Rofi Yatsman dihukum 15 bulan penjara
untuk kasus SARA; Faizal Tonong 18 bulan penjara untuk kasus SARA; Sri Rahayu
12 bulan kurungan untuk kasus SARA; Muhammad Abdullah Harsono dihukum kurungan
20 bulan untuk kasus SARA, dan Asma Dewi yang dihukum 5 bulan penjara.
Meski
demikian, nama yang terakhir disebut, sebenarnya tak divonis dengan kasus SARA.
Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memvonis Asma Dewi hukuman 5
bulan 15 hari penjara, karena melanggar Pasal 207 KUHP terkait penghinaan pada
penguasa atau badan hukum. Vonis dijatuhkan pada Kamis (15/3/2018).
"Menjatuhkan pidana atas terdakwa itu
dengan pidana penjara selama 5 bulan 15 hari," ujar Ketua Majelis Hakim,
Aris Bawono. membacakan surat putusan di ruang sidang 4 Pengadilan Negeri
Jakarta Selatan, seperti dilansir Kompas.com (16/3/2018).
Ø Pasal 30 ayat 2 : Kasus: Pencurian
Dokumen SBY
Pencurian
dokumen terjadi saat utusan khusus Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang
dipimpin Menko Perekonomian Hatta Rajasa berkunjung di Korea Selatan guna
melakukan pembicaraan kerja sama jangka pendek dan jangka panjang di bidang
pertahanan. Delegasi Indonesia beranggota 50 orang berkunjung ke Seoul untuk
membicarakan kerja sama ekonomi, termasuk kemungkinan pembelian jet tempur
latih supersonik T-50 Golden Eagle buatan Korsel dan sistem persenjataan lain
seperti pesawat latih jet supersonik, tank tempur utama K2 Black Panther dan
rudal portabel permukaan ke udara. Ini disebabkan karena Korea dalam persaingan
sengit dengan Yak-130, jet latih Rusia. Sedangkan anggota DPR yang membidangi
Pertahanan (Komisi I) menyatakan, berdasar informasi dari Kemhan, data yang
diduga dicuri merupakan rencana kerja sama pembuatan 50 unit pesawat tempur di
PT Dirgantara Indonesia (DI).
Ø Pasal 30
ayat 3 : Jeratan UU ITE dalam Kasus
Pembobolan Bank
Beberapa waktu
terakhir, telah muncul beberapa persoalan yang menyangkut dugaan tindak
kriminalitas berupa aksi pembobolan bank. Memang secara kasat mata kasus ini
masuk ranah perbankan, namun jika ditelisik lebih jauh, Undang-undang Informasi
dan Transaksi Elektronik (UU ITE) bisa menjerat para pelaku.
Menurut Kepala Pusat Informasi dan Humas Kementerian
Komunikasi dan Informatika, Gatot S. Dewa Broto, dalam kasus pembobolan bank,
pengusutan harus diperjelas lantaran ditengarai adanya dugaan penggunaan
transaksi elektronik dalam aksi pembobolan tersebut.
Di mana jeratan hukum UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi
dan Traksaksi Elektronik (ITE) bisa diterapkan, selain tentunya sanksi hukum
lain seperti UU Perbankan maupun KUHAP.
Gatot menjelaskan, terhadap pelaku yang diduga telah
melakukan pembobolan tersebut, UU ITE menyebutkan bahwa minimal dapat dijerat
dengan Pasal 30 ayat (1).
Isi pasal tersebut menyebutkan bahwa setiap orang dengan
sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses komputer dan atau sistem
elektronik milik orang lain dengan cara apapun, dan ayat (3) yang menyebutkan,
bahwa setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses
komputer dan/atau sistem elektronik dengan cara apapun dengan melanggar,
menerobos, melampaui, atau menjebol sistem pengamanan.
Di samping itu, juga dapat dijerat dengan Pasal 32 ayat (2)
yang menyebutkan, bahwa setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan
hukum dengan cara apapun memindahkan atau mentransfer informasi elektronik dan
atau dokumen elektronik kepada sistem elektronik orang lain yang tidak berhak.
"Kementerian Kominfo menyadari bahwa aparat penegak
hukum tentu pada awalnya secara primer menggunakan ketentuan yang diatur di
dalam KUHP, khususnya Pasal 263 ayat (1)," papar Gatot, dalam
keterangannya, Selasa (26/4/2011).
Isi pasal tersebut adalah, bahwa barang siapa yang membuat
surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan
atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti dari pada sesuatu
hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut
seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut
dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara
paling lama enam tahun.
"Demikian pula yang disebut pada Pasal 263 ayat (2) yang
menyebutkan bahwa diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja
memakai surat palsu atau dipalsukan seolah-olah sejati, jika pemakaian surat
itu dapat menimbulkan kerugian," pungkas Gatot.
Seperti diketahui, kasus pembobolan bank yang belakangan
mengemuka menyeret manajemen PT Elnusa yang mengaku kebobolan hingga Rp 111
miliar dan diduga ada keterlibatan oknum Bank Mega.
Pembobolan dana dilakukan oleh Direktur Keuangan Elnusa yang
telah dipecat, Santun Nainggolan melalui pencairan deposito on call. Namun, Mantan Kepala Cabang Bank Mega Jababeka Itman Harry
Basuki menolak disalahkan terkait bobolnya uang milik PT Elnusa Rp 111 miliar.
Itman mengaku pencairan uang dilakukan sesuai prosedur.